Monday, February 13, 2017

JENIS - JENIS PIDANA



Pidana adalah suatu hukuman berupa penderitaan yang sengaja diberikan oleh Negara kepada seorang yang telah melakukan kejahatan / melanggar ketentuan hukum pidana. (Penjelasan mengenai hukum pidana akan nia jelaskan dalam postingan selanjutnya).

Dalam sistem hukum pidana di Indonesia ada dua jenis sanksi yang keduanya mempunyai kedudukan yang sama, yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan. Kedua jenis sanksi tersebut dalam teori hukum pidana disebut dengan double track system (sistem dua jalur). Sanksi pidana diartikan sebagai suatu penderitaan yang dijatuhkan kepada seseorang yang bersalah melakukan tindak pidana, sedangkan tindakan diartikan sebagai pemberian hukuman yang sifatnya mendidik dan mengayomi, contoh dari sanksi tindakan adalah rehabilitasi terhadap pemakai narkoba.

 Jenis-jenis pidana diatur dalam Buku I Pasal 10 KUHP, dimana pidana dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.

1)     Pidana pokok terdiri dari :

a)        Pidana Mati
Pidana mati adalah pidana yang terberat yang pelaksanaannya berupa penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia. Pelaksanaan pidana mati dilakukan dengan cara ditembak oleh regu penembakak sampai mati.

b)        Pidana Penjara
Pidana penjara merupakan pidana hilang kemerdekaan bergerak dimana terpidana ditempatkan dalam suatu tempat yaitu Lembaga Permasyarakatan (LP) dan harus tunduk pada peraturan dan tata tertib yang berlaku. Pidana penjara dapat berupa penjara seumur hidup atau penjara selama waktu tertentu. Dalam pidana penjara waktu tertentu paling pendek adalah 1 (satu) hari dan paling lama adalah 15 tahun berturut-turut. Dalam hal batas pidana penjara lima belas tahun terdapat keadaan yang memberatkan misalnya karena perbarengan atau pengulangan dapat melibihi pidana penjara 15 tahun namun tidak boleh melebihi 20 tahun (Pasal 12 KUHP). Jadi maksimal seseorang terpidana bisa dijatuhkan pidana dalam waktu tertentu adalah selama 20 Tahun.


c)        Pidana Kurungan

Pidana kurungan meiliki sifat yang sama dengan pidana penjara yaitu berupa pidana hilang kemerdekaan bergerak. Namun pidana kurungan lebih ringan daripada pidana penjara. Pidana kurungan paling sedikit 1 (satu) hari dan paling lama satu tahun, dalam hal pembertan pidana dapat ditambah dan tidak boleh lebih dari 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan (Pasal 18 KUHP).

d)        Pidana Denda
Pidana denda adalah satu-satunya jenis pidana yang dapat dilakukan oleh orang lain selain terpidana. Pidana denda merupakan suatu pidana yang mewajibkan terpidana untuk membayar denda dengan jumlah tertentu (dapat dibayarkan oleh oranglain). Apabila terpidana tidak dapat membayar denda yang dijatuhkan maka denda tersebut dapat diganti dengan pidana kurungan paling sedikit 1 (satu) hari dan paling lama (enam) bulan (Pasal 30 KUHP). Pidana denda banyak diancam pada jenis pelanggaran (Buku III) dan kejahatan-kejahatan ringan maupun kejahatan culpa.

catatan : 
**  Pidana denda dapat sebagai alternatif dari pidana kurungan maupun berdiri sendiri. pidana denda sebagai alternatif contohnya perbuatan yang diancam pidana penjara atau pidana denda, maka hakim disini dapat memilih salah satu untuk menjatuhkan pidana penjara atau pidana denda kepada terdakwa. contoh untuk pidana denda yang berdiri sendiri misalnya pelanggaran lalu lintas yang hanya dikenakan pidana denda.
** Pidana denda dalam KUHP saat ini sudah tidak relevan dengan nilai mata uang kita yang semakin meningkat sehingga keluarlah peraturan MA RI NO. 2 Tahun 2012 tentang menyesuaikan batasan Tindak Pidana Ringan dan jumlah denda dalam KUHP, dimana dilipatgandakan menjadi 1.000 kali, misal denda 1.000 menjadi (1.000 x 1.000 = 1.000.000.
** Pidana denda dapat diganti pidana kurungan, tetapi pidana kurungan ataupun pidana penjara tidak dapat diganti dengan pidana denda (kecuali memang perbuatannya diancam alternatif denda / pidana denda yang berdiri sendiri), jadi apabila pembaca pernah mendengar seseorang yang bebas dari penjara karena membayar sejumlah uang , maka itu hanyalah perbuatan "OKNUM" bukan pidana denda.

e)        Pidana Tutupan
Pidana tutupan ini ditambahkan melalui UU No. 20 Tahun 1946 kedalam Pasal 10 KUHP sebagai pidana pokok, yang maksudnya tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa, dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan, yang diancam dengan pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati, hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan. contoh pidana tutupan yaitu dapat dijatuhkan pada politisi yang melakukan kejahatan karena ideologinya. Pelaksanaan pidana tutupan bukan berada di pinjara / sel melainkan berada dalam sebuah rumah tutupan. Dalam praktiknya Pidana tutupan hanya pernah dijatuhkan satu kali.

2)     Pidana tambahan terdiri dari :

a)     Pidana Pencabutan Hak-Hak Tertentu
Menurut Pasal 35 ayat 1 KUHP, hak-hak yang dapat dicabut yaitu :
(1)   Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
(2)   Hak menjalankan jabatan dalam angkatan Bersenjata / TNI;
(3)   Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;
(4)   Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak yang bukan anak sendiri;
(5)   Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan peralian atau pengampuan atas anak sendiri;
(6)   Hak menjalankan mata penacarian.

b)     Pidana Perampasan Barang Tertentu
Ada 2 (dua) jenis barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim pidana berdasarkan Pasal 39 ayat (1) KUHP, yaitu barang-barang yang diperoleh dari kejahatan dan barang-barang yang digunakan dalam melakukan kejahatan. Misalnya si A merampok rumah dengan menggunakan linggis untuk membuka pintu dan menggambil seluruh emas perhiasan milik pemilik rumah, yang di rampas adalah linggis (barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan) dan emas perhiasan (barang yang diperoleh dari hasil kejahatan).

c)     Pidana Pengumuman Putusan Hakim
Pidana pengumuman putusan hakim merupakan publikasi dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana, hal tersebut dapat dilakukan melalui surat kabar, plakat yang ditempelkan pada papan pengumuman, melalui radio ataupun televisi yang pembiayaannya dibebankan pada terpidana.


** Untuk sementara ini postingan Nia ambil dari bahan skripsi nia dulu ya, karena masih sibuk ni hehheee...

Thursday, February 9, 2017

Pentingnya Belajar Hukum





Sebelumnya dalam blog ini saya telah memposting mengenai perbedaan putusan bebas dan putusan lepas. Penting bagi kita untuk melek hukum karena kegiatan-kegiatan yang kita lakukan pasti tidak jauh-jauh dari hukum. Misalnya ketika kita akan menyewa sebuah ruko maka kita akan berhadapan dengan hukum perdata, kemudian ketika kita sedang dijalan melihat sebuah kecelakan disitu juga ada unsur hukumnya, bahkan ketika memposting sesuatu ke dunia internet juga ada aturan hukumnya.

Menurut saya, pengetahuan mengenai hukum seharusnya tidak harus hanya dimiliki oleh profesi hukum ataupun mahasiswa hukum saja, masyarakat awam juga perlu mengetahui dan mempelajari mengenai hukum agar setidaknya kita tahu bagaimana kita bisa bertindak ketika kita, teman atau keluarga kita berhadapan dengan hukum baik itu sebagai tersangka, terdakwa ataupun korban. Setidaknya kita perlu tau apa yang menjadi hak dan kewajiban kita.

Oleh Karena itu untuk kedepannya blog ini saya akan jadikan sarana untuk memberikan pengetahuan mengenai hukum dengan bahasa yang simpel dan mudah dipahami.

Wednesday, February 8, 2017

Perbedaan Putusan Bebas dan Lepas



Banyak orang yang salah kaprah mengenai penggunaan kata “bebas dan lepas”. Dalam pengadilan, putusan bebas atau lepas memiliki makna yang berbeda. Sebelum membahas lebih jauh mengenai putusan bebas dan lepas kita harus tau apa itu putusan pengadilan.
Pada BAB I tentang ketentuan umum Pasal 1 angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa : “Putusan pengadilan adalah penyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Jadi, dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari proses persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di pengadilan yang menetapkan apakah terdakwa akan dijatuhkan pidana (sanksi) atau malah sebaliknya terdakwa dinyatakan bebas atau lepas.
Berdasarkan ketentuan Pasal 191 ayat (1) dan (2) serta Pasal 193 ayat (1) KUHAP, ada tiga jenis putusan hakim, yaitu sebagai berikut:
a.         Putusan Bebas
Pasal 191 ayat (1) menyebutkan jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
Berdasarkan pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa putusan bebas adalah ketika seseorang telah diperiksa di persidangan kemudian hakim berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan merupakan suatu kejahatan maka terdakwa diputus bebas. Bebas disini berarti terbukti tidak melakukan kejahatan sama sekali.
Hal ini dapat terjadi karena kurangnya alat bukti ataupun dapat terjadi karena alat bukti yang diajukan JPU tidak sah berdasarkan ketentuan KUHAP, karena dalam pengadilan untuk membuktikan apakah terdakwa telah melakukan kejahatan perlu minimal dua alat  bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim. Jadi apabila hanya ada satu saja alat bukti ataupun tidak ada keyakinan hakim didalamnya bahwa terdakwa telah melakukan kejahatan maka terdakwa dapat diputus bebas.

Pasal 184 KUHAP alat bukti yang sah :
Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan Terdakwa.
+ Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya (Pasal 5 ayat 1 UU ITE 2008)


b.         Putusan Lepas dari Segala Tuntutan
Adapun untuk putusan lepas dari segala tuntutan (onslag van recht vervolging) diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang mengatakan: Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Berdasarkan pasal tersebut terdakwa diputus dengan putusan lepas adalah apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa terbukti namun bukan perbuatan terdakwa bukan merupakan suatu perbuatan pidana, misalnya masuk dalam bidang hukum perdata atau hukum dagang.
Hal ini dapat terjadi misalnya terdakwa dituntut oleh JPU melakukan Tindak Pidana (TP) Penipuan, kemudian dalam persidangan perbuatan terdakwa terbukti, tetapi perbuatannya bukan merupakan suatu perbuatan pidana melainkan yang dilakukan terdakwa adalah wanprestasi, maka perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan perdata bukan pidana.
Selain Karena bukan bidang hukumnya, putusan lepas dari segala tuntutan juga dapat dikenakan pada kondisi dimana perbuatan terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan merupakan suatu tindak pidana, tetapi ada alasan penghapusan pidana yaitu alasan pemaaf (Pasal 44 KUHP) dan alasan pembenar (Pasal 50 KUHP). Misalnya, seorang ibu telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah membunuh anaknya, namun dalam pemeriksaan di persidangan ditemukan bahwa ibu tersebut mengalami gangguan jiwa / cacat mental dibuktikan dengan surat/keteranagan ahli yang sah sehingga ibu tersebut tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatanya sehingga terdakwa diputus dengan putusan lepas dari segala tuntutan.

Jadi perbedaan putusan bebas dan lepas adalah dari perbuatannya, jika terdakwa tidak terbukti melakuakan kejahatannya maka pengadilan mengeluarkan putusan ”BEBAS”, namun jika perbuatan terdakwa terbukti namun bukan termasuk tindak pidana maka pengadilan mengeluarkan putusan “LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN”

c.         Putusan pemidanaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP dikatakan bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”
Dalam Putusan pemidanaan berarti majelis hakim telah yakin berdasarkan dua atau lebih alat bukti yang sah serta fakta-fakta di pengadilan bahwa terdakwa melakukan perbuatan pidana, sehingga hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Putusan pemidaan ini berisikan suatu perintah kepada terdakwa untuk menjalani hukuman atas perbuatannya, misalnya terdakwa telah melakukan pembunuhan maka hakim menjatuhkan pidana penjara 15 tahun kepada terdakwa.